Riwayat Pejuang Pendidikan, KI HAJAR DEWANTARA


 
(sumber foto: KLIKKABAR.COM)
KI HAJAR DEWANTARA
(1899-1955)


Raden Mas Soewardi Soerjadiningrat yang kemudian kita kenal dengan nama Ki Hajar Dewantara yang lahir pada tanggal 2 Mei 1899. Setiap tanggal 2 Mei yang menjadi tanggal kelahirannya, bangsa Indonesia memperingati hari kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Sangat beralasan penetapan tanggal tersebut karena didasarkan atas jasa-jasa Ki Hajar Dewantara sebagai pejuang pelopor Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara sendiri berasal dari keturunan ningrat (bangsawan) dari keluarga Pakualam III Yogya. Silsilahnya bersambung dengan Nyi Ageng Serang yang berasal dari keturunan Sunan Kalijaga. Dari darah keturunannya inilah seorang Ki Hajar Dewantara mendapatkan jiwa pejuang dan pendidik yang membentuk kepribadiannya.

Taman Siswa didirikan Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta, dalam rangka perjuangan dan pergerakan nasional. Sementara sebelum mendirikan Taman Siswa Ki Hajar Dewantara merupakan pendidik. Sosok Ki Hajar Dewantara adalah seorang politikus, pejuang, nasionalis, patriot sejati, dan pejuang kemerdekaan. Berdirinya Taman Siswa adalah masih dalam waktu berkobarnya api nasionalisme di tanah air.

Bersama Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Dr. Douwes Dekker (Setabudi), Ki Hajar Dewantara mendirikan partai politik bernama Indische Partji. Ketiga orang sahabat ini kemudian dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai. Ki Hajar Dewantara juga pernah merasakan hukuman penjara oleh pemerintah kolonial.

Ki Hajar Dewantara pernah menulis sebuah artikel yang bernada sinis juga politis yang ditujukan memukul pemerintah kolonial Belanda. Artikel tersebut diberinya judul: Als ik Bederland was yang dalam bahasa Indonesia berarti, “Andaikata saya seorang Belanda”. Tulisan yang dibuat Ki Hajar Dewantara itiu benar-benar menjadi kritikan keras untuk pemerintah kolonial dimana bertepatan dengan perayaan kemerdekaannya.

Berkat Ki Hajar Dewantara jualah, kita mengenal kata-kata bersayap yang mengandung filosofi yang sangat dalam, ia mengatakan: Tut Wuri Handayani, ing ngarso Sung Tulodo, ing madyo mangun karso.” yang dalam bahasa Indonesia berarti: “Mengikuti dari belakang sambil memberi bimbingan, di depan memberi teladan dan di tengah-tengah membangkitkan semangat dan kemauan (memberi motivasi).”

Begitulah semestinya seorang guru/ pendidik menurut Ki Hajar Dewantara. Namun juga tidak terbatas pada guru, melainkan juga sebetulnya hal ini berlaku juga untuk setiap pemimpin dewasa ini. Ki Hajar Dewantara adalah seorang pemimpin sejati yang hidupnya sederhana, dengan kata-katanya yang sederhana.



Pendidikan di masa itu adalah pendidikan yang bernafaskan kolonial yang artinya sangat bertolak belakang dengan dengan cita- cita dan tujuan pergerakan nasional. Hal ini disadari oleh Ki Hajar Dewantara. Itulah sebabnya ia memutuskan untuk tidak lagi aktif berpolitik, melainkan secara serius aktif dalam dunia pendidikan. Hal ini dimana tidak mengurangi arti dan perannya dalam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Ki Hajar Dewantara berdasarkan pengalaman perjuangannya sampai kepada suatu kasimpulan, bahwa disamping perjuangan melalui politik, perlu ada penggarapan secara serius dan khusus dibidang pendidikan. Karena melalui pendidikan yang baik akan menciptakan kader-kader terbaik yang akan meneruskan perjuangan bangsa Indonesia. Apabila pendidikan kita lemah, maka akan berdampak pada suramnya kondisi masyarakat Indonesia.
Share on Google Plus

Penulis Mad Rizal

Menulis membuat kita tahu siapa diri ini, untuk apa dan siapa. Karena dengan menulis kita tahu sejauh mana kita melihat, mendengar, dan memahami dunia ini. -KetiKANS-
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar